DFTAR ISI :.
Kata Pengantar.............................................................................................
BAB
1...........................................................................................................
PENDAHULUAN......................................................................................
A.Latar
Belakang................................................................................................
B.Maksud dan
Tujuan........................................................................................
BAB
2.........................................................................................................
PEMBAHASAN........................................................................................
A. Pengertian Puisi ......................................................................
B. Unsur-unsur puisi ....................................................................
C. Ragam dan jenis puisi................................................................
D. Teknik Pembuatan puisi…………………..............................
E. Teknik pembacaan Puisi
………………………………….....
BAB 3 ……………………………………………………………………..
PENUTUP …………………………………………………………………
A.
Kesimpulan.................................................................................
B.Saran.............................................................................................
C. Sumber
Referensi.......................................................................
D. Daftar
Pustaka...........................................................................
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan
kehadirat tuhan yang maha esa atas rahmat dan bimbinganya kami dapat menyusun
Makalah Tentang Puisi ini.
Semoga ringkasan makalah ini
bermanfaat dan dapat dimengerti
BAB.1
PENDAHULUAN :
A.
Latar belakang :
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata
- mata sebuah imitasi (dalam Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk
dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan
bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu,
sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi
kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatarbelakangi adanya dorongan
dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. (dalam Sarjidu, 2004: 2).
Biasanya kesusastraan dibagi menurut
daerah geografis atau bahasa. Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah:
Puisi, Novel cerita/cerpen (tertulis/lisan), syair, pantun, sandiwara/drama,
lukisan/kaligrafi.
B.
Makna dan
tujuan :
Berdasarkan ulasan di atas, maka kami
membuat makalah ini guna membantu para pembaca yang ingin menekuni dunia puisi.
Selain tentang pengertian dan unsur – unsur puisi, makalah ini juga memuat
catatan tentang ragam dan teknik membaca puisi serta dilengkapi juga dengan
panduan untuk membuat puisi agar menarik untuk dibaca.
Demikian gambaran isi makalah ini dari
penulis. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih.
Selamat Membaca…!!
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
PUISI
Secara etimologis, kata puisi dalam
bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa
Inggris, pada kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem.
Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet
berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani
sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang
hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah
orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf,
negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6)
mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair
romantik Inggris sebagai berikut.
(1) Samuel
Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam
susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara
sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur
lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
(2) Carlyle mengatakan bahwa puisi
merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan
bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu
rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik,
yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
(3) Wordsworth mempunyai gagasan bahwa
puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan
atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
(4) Dunton berpendapat bahwa sebenarnya
puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa
emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan
disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya
tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti
musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
(5) Shelley mengemukakan bahwa puisi
adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja
peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat
seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan
karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang
paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah
terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad
(dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat
garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi,
imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata
kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.
B. UNSUR-UNSUR
PUISI
Secara
sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik
, bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah
puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut.
Kata
adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat
sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang
dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.
Larik
(atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik
bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada
puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi
baru tak ada batasan.
Bait
merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada
kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat
buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
Bunyi
dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang
ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama
(ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut
ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara
berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata,
perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena
sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat
dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak
hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek
musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun
tanpa dilagukan.
Makna
adalah unsur tujuan dari pemilihan kata,pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi
dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi
disampaikan.
Adapun
secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur,
yaitu struktur batin dan struktur fisik.
Struktur batin puisi,
atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai
berikut.
(1) Tema/makna (sense); media
puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka
puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu
sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya.
Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan
psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin,
kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan
psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam
menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih
kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak
bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang
terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap
penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa.
Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama
dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada
pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud
(itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan
puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi,
maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Sedangkan
struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah
sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur
fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi
seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan
barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan
diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan
terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh
penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit
kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih
secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna,
keselarasan bunyi, dan urutan kata.
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji
penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa
yang dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan
indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan
kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta,
kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan
tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito,
1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya
memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa
figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora,
simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora,
pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto,
totem pro parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan
metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir
baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/
yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola
bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang,
sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo,
187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah,
panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan
puisi.
C.
RAGAM DAN JENIS PUISI
1) Berdasarkan
Zaman
Menurut
zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru.
PUISI LAMA
Ciri-ciri puisi lama:
- Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
- Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
- Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Yang termasuk puisi lama adalah:
- Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung
besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
- Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Contoh :
Ada pepaya ada mentimun (a)
Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)
Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)
- Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
Contoh :
Dahulu parang, sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
- Seloka adalah pantun berkait.
Contoh :
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
- Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
Contoh :
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan
sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus (
c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
- Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
Contoh :
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Negeri bernama Pasir Luhur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
Raja bernama Darmalaksana (a)
Tampan rupawan elok parasnya (a)
Adil dan jujur penuh wibawa (a)
Gagah perkasa tiada tandingnya (a)
Tampan rupawan elok parasnya (a)
Adil dan jujur penuh wibawa (a)
Gagah perkasa tiada tandingnya (a)
- Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
Contoh :
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
PUISI
BARU
Puisi baru bentuknya lebih bebas
daripada puisi lama, baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
Menurut isinya, puisi baru dibedakan atas:
- Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.
Contoh :
Balada Terbunuhnya Atmo
Karpo
Karya: W.S. Rendra
Dengan kuku-kuku besi kuda
menebah perut bumi
Bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para
Mengepit kuat-kuat lutut menunggang perampok yang diburu
Surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang
Bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para
Mengepit kuat-kuat lutut menunggang perampok yang diburu
Surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang
Segenap warga desa mengepung
hutan itu
Dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo
Mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang
Berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri
Dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo
Mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang
Berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri
Satu demi satu yang maju
terhadap darahnya
Penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka.
Penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka.
Nyawamu barang pasar, hai
orang-orang bebal!
Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa.
Majulah Joko Pandan! Di mana ia?
Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa.
Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa.
Majulah Joko Pandan! Di mana ia?
Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa.
Anak panah empat arah dan musuh
tiga silang
Atmo Karpo tegak, luka tujuh liang.
Atmo Karpo tegak, luka tujuh liang.
Joko Pandan! Di mana ia!
Hanya padanya seorang kukandung dosa.
Hanya padanya seorang kukandung dosa.
Bedah perutnya atapi masih setan
ia
Menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala
Menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala
Joko Pandan! Di manakah ia!
Hanya padanya seorang kukandung dosa.
Hanya padanya seorang kukandung dosa.
Berberita ringkik kuda muncullah
Joko Pandan
Segala menyibak bagi reapnya kuda hitam
Ridla dada bagi derinya dendam yang tiba.
Pada langkah pertama keduanya sama baja.
Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo
Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka.
Segala menyibak bagi reapnya kuda hitam
Ridla dada bagi derinya dendam yang tiba.
Pada langkah pertama keduanya sama baja.
Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo
Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka.
Malam bagai kedok hutan bopeng
oleh luka
Pesta abulan, sorak sorai, anggur darah
Pesta abulan, sorak sorai, anggur darah
Joko Pandan menegak, menjilat
darah di pedang
Ia telah membunuh bapaknya.
Ia telah membunuh bapaknya.
- Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
·
Contoh Himne :
Bahkan batu-batu yang keras
dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan
cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk
dan liku
bawah sayatan khianat dan
dusta.
Dengan hikmat selalu
kupandang patung-Mu
menitikkan darah dari tangan
dan kaki
dari mahkota duri dan
membulan paku
Yang dikarati oleh dosa
manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar
terbuka
dunia kehilangan sumber
kasih
Besarlah mereka yang dalam
nestapa
mengenal-Mu tersalib di
datam hati.
(Saini S.K)
- Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa.
·
Contoh Ode :
Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru
Pantoen keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
Pantoen keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
- Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup.
Contoh:
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
(Iqbal)
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
(Iqbal)
- Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih.
·
Contoh Romance :
Anakku
Ya, kekasihku……
Engkau datang mengintai hidup,
Engkau datang menunjukkan muka,
Tetapi sekejap matamu kau tutup,
Melihat terang ananda tak suka.
·
Mulut kecil tiada kau buka,
Tangis teriakmu tak diperdengarkan,
Alamat hidup wartakan suka,
Kau diam anakku, kami kau
tinggalkan.
Sedikitpun matamu tak
mengerling,
memandang ibumu sakit berguling,
Air matamu tak bercucuran.
Kau diam, diam kekasihku,
Tak kau katakan barang pesanan,
Akan menghibur duka di dadaku,
Kekasihku, anakku, mengapa diam?
(JE. Tatengkeng)
- Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan.
Contoh Elegi :
Senja Di Pelabuhan Kecil
Ini kali tidak ada yang mencari
cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada
juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
(Chairil Anwar)
- Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik.
Contoh Satire :
Aku bertanya
tetapi
pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidad
penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur
dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi
kesenian.
(W.S. Rendra)
2) Berdasarkan
Sudut Pandang Penulis
Ada bermacam-macam jenis puisi yang ditulis para penyair
Indonesia. Karya sastra tidak bersifat otonom. Dalam memahami makna karya
sastra, kita mengacu pada beberapa hal yang erat hubungannya dengan puisi
tersebut. Dalam pemahaman puisi, hal yang dipandang erat hubungannya adalah
jenis puisi itu sendiri dan sudut pandang penyair. Sebenarnya ada banyak sekali
macam-macam puisi, dan bagaimana penyair dalam menyampaikan inspirasinya, serta
bagaimana menafsirkan makna puisi dengan mudah. Sehingga mudah
mengklasifikasikan, termasuk jenis puisi apakah yang kita ciptakan.
W.H Hudson menyatakan adanya puisi subyektif dan puisi
obyektif (1959:96). Cleanth Brooks menyebut adanya puisi naratif dan puisi
deskriptif (1979:335-356). David Daiches menyebut adanya puisi fisik, platonic,
dan metafisik (1948:145). X.J. Kennedy menyebut adanya puisi konkret dan balada
(1071:116-226). Dalam kumpulan puisi Rendra, kita mengenal judul-judul: balada,
romansa, stanza, serenada, dan sebagainya. Ada juga parable atau alegori.
Sedangkan istilah ode, himne, puisi kamar, dan puisi auditorium juga sering
kita jumpai.
1. Puisi
Naratif, Lirik, dan Deskriptif
Klasifikasi puisi ini berdasarkan cara penyair
mengungkapkan isi atau gagasan yang hendak disampaikan.
a. Puisi
Narataif
Puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan
penyair. Ada puisi naratif yang sederhana, ada yang sugestif, dan ada yang
kompleks. Puisi-puisi naratif, misalnya: epik, romansa, balada, dan syair.
Balada adalah puisi yang bercerita tentang
orang-orang perkasa, tokoh pujaan, atau orang-orang yang menjadi pusat
perhatian. Rendra banyak sekali menulis balada tentang orang-orang tersisih,
yang oleh penyairnya disebut "Orang-orang Tercinta". Kumpulan
baladanya yaitu, Balada Orang-orang Tercinta dan Blues Untuk Bonnie.
Romansa adalah jenis puisi cerita yang menggunakan
bahasa romantic berisi kisah percintaan yang berhubungan dengan ksatria, dengan
diselingi perkelahian dan petualangan yang menambah percintaan mereka lebih
mempesonakan. Rendra juga banyak menulis romansa. Salah satu bagian dalam
"Empat Kumpulan Sajak"nya berjudul "Romansa" dan berisi
jenis puisi romansa, yakni kisah percintaan sebelum Rendra menikah. Kirdjomuljo
menulis romansa yang berisi kisah petualangan dengan judul “Romance
Perjalanan". Kisah cinta ini dapat huga berarti cinta tanah kelahiran
seperti puisi-puisi Ramadhan K.H. Priangan “Si Jelita”. Priode 1953-1961 banyak
ditulis jenis romansa ini.
b. Puisi
Lirik
Dalam puisi lirik penyair mengungkapkan aku lirik
atau gagasan pribadinya. Ia tidak bercerita. Jenis puisi lirik misalnya: elegi,
ode, dan serenada.
Elegi adalah Puisi yang mengungkapkan perasaan duka.
Misalnya "Elegi Jakarta" karya Asrul Sani yang mengungkapkan perasaan
duka penyair di kota Jakarta.
Serenada adalah Sajak percintaan yang bisa
dinyanyikan. Kata serenada berarti nyanyian yang tepat dinyanyikan pada waktu
senja. Rendra banyak menciptakan serenada dalam 'Empat Kumpulan Sajak'.
Misalnya Serenada hitam, Serenada Biru, serenade Merah Jambu, serenade ungu,
Serenada Kelabu, dan sebagainya. Warna-warna dibelakang serenada itu
melambangkan sifat nyanyian cinta itu, ada yang bahagia, sedih, kecewa, dan
seterusnya.
Ode adalah Puisi yang berisi pujaan terhadap
seseorang, sesuatu hal, sesuatu keadaan. Yang banyak ditulis adalah pemujaan
terhadap tokoh-tokoh yang dikagumi. “Teratai” Sanusi Pane, “Diponegoro” Chairil
Anwar, dan “Ode Buat Proklamator” Leon Agusta merupakan contoh ode yang bagus.
c. Puisi
Deskriptif.
Didepan telah dinyatakan bahwa dalam puisi
deskriptif, penyair bertindak sebagai pemberi kesan terhadap keadaan /
peristiwa, benda, atau suasana dipandang menarik perhatian penyair. Jenis puisi
yang dapat diklasifikasikan dalam puisi deskriptif, misalnya puisi satire,
kritik sosial, dan puisi-puisi impresionitik.
1. Satire
adalah Puisi yang mengungkapkan perasaan tidak puas penyair terhadap suatu
keadaan, namun dengan cara menyindir atau menyatakan keadaan sebaliknya.
2. Kritik
Sosial adalah Puisi yang juga menyatakan ketidak senangan terhadap keadaan tau
terhadap diri seseorang, namun dengan cara membeberkan kepincangan atau ketidak
beresan keadaan / orang tersebut.
Impresionistik adalah Puisi yang mengungkapkan kesan
(impresi) penyair terhadap suatu hal.
1. Puisi
Kamar dan Puisi Auditorium
Istilah puisi kamar dan puisi auditorium juga kita
jumpai dalam buku kumpulan puisi ‘Hukla’ karya Leon Agusta. Puisi-puisi
auditorium disebut juga puisi Hukla (puisi yang mementingkan suara atau
serangakaian suara).
·
Puisi Kamar ialah Puisi
yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu atau dua pendengar saja di dalam
kamar.
·
Puisi Auditorium adalah
Puisi yang cocok dibaca di auditorium, di mimbar yang jumlah pendengarnya dapat
ratusan orang.
Sajak-sajak Leon Agusta banyak yang dimaksudkan
untuk sajak auditorium. Puisi-puisi Rendra kebanyakan adalah puisi auditorium
yang baru memperlihatkan keindahannya setelah suaranya terdengar lewat
pembacaan yang keras. Puisi auditorium disebut juga puisi oral karena cocok
untuk dioralkan.
2. .Puisi Fisikal,
Platonik, dan Metafisikal
Pembagian puisi oleh David Daiches ini berdasarkan
sifat dari isi yang dikemukakan dalam puisi itu.
·
Puisi Fisikal adalah
Puisi bersifat realistis, artinya menggambarkan kenyataan apa adanya. Yang
dilukiskan adalah kenyataan dan bukan gagasan. Hal-hal yang didengar, dilihat,
atau dirasakan merupakan obyek ciptaannya. Puisi-puisi naratif, balada,
impresionistis, juga puisi dramatis biasanya merupakan puisi fisikal.
·
Puisi Platonik adalah
Puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yang bersifat spiritual atau kejiwaan.
Dapat dibandingkan dengan istilah 'Cinta Platonis' yang berarti cinta tanpa
nafsu jasmaniah. Puisi-puisi ide atau cita-cita, religius, ungkapan cinta luhur
seorang kekasih atau orang tua kepada anaknya dapat dimasukkan ke dalam
klasifikasi puisi platonik.
·
Puisi Metafisikal
adalah Puisi yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca merenungkan kehidupan
dan merenungkan Tuhan. Puisi religius disatu pihak dapat dinyatakan puisi
platonic (menggambarkan ide atau gagasan penyair), dilain pihak dapat disebut
sebagai puisi metafisik (menagjak pembaca merenungkan hidup, kehidupan, dan
Tuhan), karya-karya mistik Hamzah Fansuri seperti Syair Dagang, Syair Perahu,
dan Syair Si Burung Pingai dapat dipandang sebagai puisi metafisikal.
Kasidah-kasidah “Al-Barzanji” karya Ja'far Al-Barzanji dan tasawuf karya
Jalaludin Rumi dapat diklasifikasikan sebagai puisi metafisikal.
3. Puisi
Subyektif dan Puisi Obyektif
·
Puisi Subyektif disebut juga
Puisi Personal, yakni puisi yang mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, dan
suasana dalam diri penyair sendiri. Puisi-puisi yang ditulis kaum ekspresionis
dapat diklasifikasikan sebagai puisi subyektif, karena mengungkapkan keadaan
jiwa penyair sendiri. Demikian pula puisi lirik dimana aku lirik bicara kepada
pembaca.
·
Puisi Obyektif berarti Puisi
yang mengungkapkan hal-hal diluar diri penyair itu sendiri. Puisi obyektif
disebut juga puisi impersonal. Puisi naratif dan deskriptif kebanyakan adalah
puisi obyektif, meskipun juga
ada beberapa yang subyektif.
4. Puisi
Konkret
Puisi konkret sangat terkenal dalam dunia perpuisian
Indonesia sejak tahun 1770-an. X.J.Kennedy memberikan nama jenis puisi tertentu
dengan nama puisi konkret, yakni puisi yang bersifat visual, yang dapat
dihayati keindahan bentuk dari sudut pandang (poem for the eye). Kita mengenal
adanya bentuk grafis dari puisi, kaligrafi, ideogramatik, atau puisi-puisi
Sutardji Calzoum Bachri yang menunjukkan pengimajian lewat bentuk grafis. Dalam
puisi konkret ini, tanda baca dan huruf-huruf sangat potensial membentuk
gambar. Gambar wujud fisik yang 'kasat mata' lebih dipentingkan dari pada makna
yang ingin disampaikan.
5. Puisi
Diafan, Gelap, dan Prismatis.
Puisi Diafan atau puisi polos adalah puisi yang
kurang sekali menggunakan pengimajian, kata konkret dan bahasa figurative,
sehingga puisinya mirip dengan bahasa sehari-hari. Puisi yang demikian akan
sangat muda dihayati maknanya. Puisi-puisi anak-anak atau puisi karya mereka
yang baru belajar menulis puisi dapat diklasifikasikan puisi diafan. Mereka
belum mampu mengharmoniskan bentuk fisik untuk mengungkapkan makna. Dengan demikian
penyair tersebut tidak memiliki kepekaan yang tepat dalam takarannya untuk
lambang, kiasan, majas, dan sebagainya. Jika puisi terlalu banyak majas, maka
puisi itu menjadi gelap dan sukar ditafsirkan. Sebaliknya jika puisi itu kering
akan majas dan versifikasi, maka itu akan menjadi puisi yang bersifat prosaic
dan terlalu cerlang sehingga diklasifikasikan sebagai puisi diafan.
Dalam puisi prismatis penyair mampu menyelaraskan
kemampuan menciptakan majas, versifikasi, diksi, dan pengimajian sedemikian rupa
sehingga pembaca tidak terlalu mudah menafsirkan makna puisinya, namun tidak
terlalu gelap. Pembaca tetap dapat menelusuri makna puisi itu. Namun makna itu
bagaikan sinar yang keluar dari prisma. Ada bermacam-macam makna yang muncul
karena memang bahasa puisi bersifat multi interpretable. Puisi prismatis kaya
akan makna, namun tidak gelap. Makna yang aneka ragam itu dapat ditelusuri
pembaca. Jika pembaca mempunyai latar belakang pengetahuan tentang penyair dan
kenyataan sejarah, maka pembaca akan lebih cepat dan tepat menafsirkan makna
puisi tersebut.
Penyair-penyair seperti Amir Hamzah dan Chairil
Anwar dapat menciptakan puisi-puisi prismatis. Namun belum tentu semua puisi
yang dihasilkan bersifat prismatis. Hanya dalam suasana mood seorang penyair
besar mampu menciptakan puisi prismatis. Jika puisi itu diciptakan tanpa
kekuatan pengucapan, maka niscaya tidak akan dapat dihasilkan puisi prismatis.
Puisi-puisi dari orang yang baru belajar menjadi penyair biasanya adalah puisi
diafan. Namun kadang-kadang juga kita jumpai puisi gelap.
6. Puisi
Pernasian, dan Puisi Inspirati.
·
Pernasian adalah
sekelompok penyair Prancis pada pertengahan akhir abad 19 yang menunjukkan
sifat puisi-puisi yang mengandung nilai keilmuan. Puisi pernasian diciptakan
dengan pertimbangan ilmu atau pengetahuan dan bukan didasari oleh inspirasi
karena adanya mood dalam jiwa penyair. Puisi-puisi yang ditulis oleh ilmuwan
yang kebetulan mampu menulis puisi, kebanyakan adalah puisi pernasian.
Puisi-puisi Rendra dalam “Potret Pembangunan” dalam puisi yang banyak berlatar
belakang teori ekonomi dan sosiologi dapat diklasifikasikan sebagai puisi
pernasian. Demikian
juga puisi-puisi Dr. Ir. Jujun S. Suriasumantri yang sarat dengan pertimbangan
keilmuan.
·
Puisi Inspiratif
diciptakan berdasarkan mood atau passion. Penyair benar-benar masuk ke dalam
suasana yang hendak dilukiskan. Suasana batin penyair benar-benar terlibat
kedalam puisi itu. Dengan mood, puisi yang diciptakan akan memiliki tenaga
gaib, sekali baca habis. Pembaca memerlukan waktu cukup untuk menafsirkan puisi
prosaic seperti karya penyair-penyair tahun 1970-an.
7. Stansa
Jenis puisi yang bernama stansa kita jumpai dalam
Empat Kumpulan Sajak karya Rendra. Stanza artinya puisi yang tediri atas 8
baris. Stanza berbeda dengan oktaf karena oktaf dapat terdiri atas 16 atau 24
baris. Aturan pembarisan dalam oktaf adalah 8 baris untuk tiap bait, sedangkan
dalam setanza seluruh puisi itu hanya terdiri atas 8 baris.
8. Puisi
Demonstrasi dan Pamflet
Puisi demonstrasi menyaran pada puisi-puisi Taufiq Ismail dan
mereka yang oleh Jassin disebut angkatan 66. puisi ini melukiskan dan merupakan
hasil refleksi demonstrasi para maha siswa dan pelajar sekitar tahun 1966.
Menurut subagio Sastrowardoyo, puisi-puisi demonstrasi 1966 bersifat
ke-kita-an, artinya melukiskan perasaan kelompok, bukan perasaan individu.
Puisi-puisi mereka adalah endapan dari pengalaman fisik, mental, dan emosional
selama penyair terlibat dalam demonstrasi 1966. gaya paradoks dan ironi banyak
kita jumpai. Sementara itu, kata-kata yang membakar semangat kelompok banyak
dipergunakan, seperti kebenaran, kamanusiaan, tirani, kebatilan, dan
sebagainya.
Seperti halnya puisi pamflet, puisi-puisi
demonstrasi merupakan ungkapan sepihak, sehingga kebenaran sulit ditrima secara
obyektif. Pihak yang dibela diberikan tempat dan kedudukan yang terhormat dan
serba benar, sedang pihak yang dikritik dilukiskan berada dalam posisi yang
kurang simpatik.
Puisi pamflet juga mengungkapkan protes social.
Disebut puisi pamflet karena bahasanya adalah bahasa pamflet. Kata-katanya
mengungkapkan rasa tidak puas kepada keadaan. Munculnya kata-kata yang berisi
protes secara spontan tanpa proses pemikiran atau perenungan yang mendalam.
Istilah-istilah gagah membela kelompoknya disertai dengan istilah tidak
simpatik yang memojokkan pihak yang dikritik. Seperti halnya puisi demonstrasi,
bahasa pusi pamflet juga bersifat prosaic.
Rendra adalah tokoh puisi pamflet. Didepan telah
diberikan salah satu contoh puisi pamflet Rendra yang berjudul "Sajak
Burung Kondor". Kata-kata cukong, dan kondom dinyatakan bersam dengan
kata-kata penderitaan, kelaparan, dan kesengsaraan rakyat kecil yang dibela.
Dalam pusi-puisi pamflet banyak kita jumpai kata-kata tabu yang diungkapkan
penyair untuk menunjukkan kedongkolan hati penyair kepada pihak yang dikritik
atau terhadap keadaan yang tidak memuaskan dirinya.
Puisi pamflet Rendra kehilangan makna konotatif,
suatu kehebatan Rendra dalam menciptakan puisi pada tahun 50-an. Kata-kata
kasar, ungkapan-ungkapan langsung ke sasaran, dan hiperbola yang bertujuan
memojokkan pihak yang dikritik banyak kita jumpai dalam puisi-puisi pamflet
Rendra. Puisi-puisi pamflet Rendra ini mengingatkan kita akan puisi-puisi
Jerman pada awal industrialisasi di sana. Puisi-puisi pamflet Rendra kebetulan
merupakan reaksi terhadap industrialisasi yang berkembang pesat sekitar tahun
1974 (seperti halnya puisi pamflet Jerman
9. .Alegori
Puisi sering-sering mengungkapakan cerita yang
isinya dimaksudkan untuk memberikan nasihat tentang budi pekerti dan agama.
Jenis alegori yang terkenal adalah parable yang juga disebut dongeng
perumpamaan. Dalam kitab suci banyak kita jumpai dongeng-dongeng perumpamaan
yang maknanya dapat kita cari dibalik yang tersurat. Puisi "Teratai"
karya Sanusi Pane boleh dikatakn sebagai puisi alegori, karena kisah bunga
teratai itu digunakan untuk mengisahkan tokoh pendidikan. Kisah tokoh
pendidikan yang dilukiskan sebagai teratai itu digunakan untuk memberi nasihat
kepada generasi muda agar mencontoh teladan 'teratai' itu. Cerita berbingkai
seperti Panca Tantra, 1001 Malam, Bayan Budiman dan Hikayat Bachtiar juga dapat
diklasifikasikan sebagai parable.
D. Teknik
Pembuatan Puisi
Sampai
saat ini, barangkali berjuta puisi telah dituliskan, baik yang dipublikasikan
di buku, di koran, di internet, maupun yang masih tetap mengendap di tangan
penulis atau bahkan sudah hilang, entah ke mana rimbanya.
Berbagai
ragam tema bahasan juga pernah diungkapkan lewat puisi, mulai dari kehidupan
sehari-hari, budaya, sains, politik dan tentu saja tentang cinta yang banyak
sekali ditemukan, khususnya puisi yang dituliskan oleh kaum remaja.
Tentu,
puisi-puisi ini dilahirkan dari berbagai macam proses kelahiran. Sebenarnya,
jika dicermati, menurut pengalaman, puisi itu merupakan ungkapan kata bermakna
yang dihasilkan dari berbagai macam proses kelahiran masing-masing.
Proses kelahiran ini
ada beberapa tahap, antara lain :
1.
TAHAP MENGUNGKAPKAN FAKTA DIRI
Puisi
pada tahap ini, biasanya lahir berdasarkan observasi pada sekitar diri sendiri,
terutama pada faktor fisik. Misalnya pada saat berkaca.
2.
TAHAP MENGUNGKAPKAN RASA DIRI
Pada
tahap ini akan lahir puisi yang mampu mengungkapkan rasa atau perasaan diri
sendiri atas obyek yang bersinggungan atau berinteraksi. Perasaan yang terungkap
bisa berupa sedih, senang, benci, cinta, patah hati, dan lain-lain, misalnya
tatkala melihat meja, akan bisa lahir sebuah puisi
3.
TAHAP MENGUNGKAPKAN FAKTA OBYEK LAIN
Pada
tahap ini puisi dilahirkan berdasarkan fakta-fakta di luar diri dan dituliskan
begitu saja apa adanya, tanpa tambahan kata bersayap atau metafora, misalnya
tatkala melihat meja, kemudian muncul gagasan untuk menulis puisi.
4.
TAHAP MENGUNGKAPKAN RASA OBYEK LAIN
Pada
tahap ini penulis puisi mencoba berusaha mengungkapkan perasaan suatu obyek,
baik perasaan orang lain maupun benda-benda di sekitarnya yang seolah-olah
menjelma menjadi manusia. Misalnya tatkala melihat orang muda bersandar di
bawah pohon rindang, dapat sebuah terlahir puisi.
5.
TAHAP MENGUNGKAPKAN KEHADIRAN YANG BELUM
HADIR
Pada
tahap ini puisi sudah merupakan hasil kristalisasi yang sangat mendalam atas
segala fakta, rasa dan analisa menuju jangkauan yang bersifat lintas ruang dan
waktu, menuju kejadian di masa depan. Mengungkapkan Kehadiran yang belum hadir
artinya melalui media puisi, puisi dipandang mampu untuk menyampaikan gagasan
dalam menghadirkan yang belum hadir, yaitu sesuatu hal yang pengungkapannya
hanya bisa melalui puisi, tidak dengan yang lain. Misalnya cita-cita anak
manusia, budaya dan gaya hidup masyarakat di masa depan, dan lain-lain. Salah
satu contoh yang menarik adalah lahirnya puisi paling tegas dari para pemuda
Indonesia, tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta, atas prakarsa Perhimpunan
Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), dalam Sumpah Pemuda.
Saat
Sumpah pemuda yang berbentuk puisi ini diikrarkan, bangsa Indonesia masih
tersekat-sekat dalam kebanggaan masing-masing suku, ras dan bahasa serta masih
dijajah oleh kolonial Belanda. Melalui Puisi Sumpah Pemuda, lambat laun terjadi
pencerahan pada seluruh komponen bangsa akan pentingnya persatuan, sehingga
jiwa persatuan itu sanggup dihadirkan di dalam setiap individu bangsa
Indonesia, meskipun kemerdekaan dan persatuan belum terwujud. Dan menunggu
sampai dengan di raihnya kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
E. Teknik Pembacaan Puisi
Bagaimana kita
membaca puisi dengan baik dan sampai sasaran/tujuan makna dari puisi yang kita
baca sesuai maksud Sang Penyair? Ada beberapa tahapan yang harus di perhatikan
oleh sang pembaca puisi, antara lain:
A. Interpretasi (penafsiran/pemahaman makna puisi)
Dalam
proses ini diperlukan ketajaman visi dan emosi dalam menafsirkan dan membedah
isi puisi. Memahami isi puisi adalah upaya awal yang harus dilakukan oleh
pembaca puisi, untuk mengungkap makna yang tersimpan dan tersirat dari untaian
kata yang tersurat.
B.
Vocal (Artikulasi)
Pengucapan kata yang utuh dan jelas, bahkan di setiap hurufnya.
Pengucapan kata yang utuh dan jelas, bahkan di setiap hurufnya.
C.
Diksi
Pengucapan kata demi kata dengan tekanan yang bervariasi dan rasa.
Pengucapan kata demi kata dengan tekanan yang bervariasi dan rasa.
D.
Tempo
Cepat lambatnya pengucapan (suara). Kita harus pandai mengatur dan menyesuaikan dengan kekuatan nafas. Di mana harus ada jeda, di mana kita harus menyambung atau mencuri nafas.
Cepat lambatnya pengucapan (suara). Kita harus pandai mengatur dan menyesuaikan dengan kekuatan nafas. Di mana harus ada jeda, di mana kita harus menyambung atau mencuri nafas.
E.
Dinamika
Lemah kerasnya suara (setidaknya harus sampai pada penonton, terutama pada saat lomba membaca puisi). Kita ciptakan suatu dinamika yang prima dengan mengatur rima dan irama, naik turunnya volume dan keras lembutnya diksi, dan yang penting menjaga harmoni di saat naik turunnya nada suara.
Lemah kerasnya suara (setidaknya harus sampai pada penonton, terutama pada saat lomba membaca puisi). Kita ciptakan suatu dinamika yang prima dengan mengatur rima dan irama, naik turunnya volume dan keras lembutnya diksi, dan yang penting menjaga harmoni di saat naik turunnya nada suara.
F.
Modulasi
Mengubah (perubahan) suara dalam membaca puisi.
Mengubah (perubahan) suara dalam membaca puisi.
G.
Intonasi
Tekanan dan laju kalimat.
Tekanan dan laju kalimat.
H.
Jeda
Pemenggalan sebuah kalimat dalam puisi.
Pemenggalan sebuah kalimat dalam puisi.
I.
Pernafasan.
Biasanya, dalam membaca puisi yang digunakan adalah pernafasan perut.
Biasanya, dalam membaca puisi yang digunakan adalah pernafasan perut.
J.
Penampilan
Salah satu factor
keberhasilan seseorang membaca puisi adalah kepribadian atau performance diatas
pentas. Usahakan terkesan tenang, tak gelisah, tak gugup, berwibawa dan meyakinkan
(tidak demam panggung)
K.Gerak
Gerakan seseorang membaca puisi harus dapat mendukung isi dari puisi yang dibaca. Gerak tubuh atau tangan jangan sampai klise.
Gerakan seseorang membaca puisi harus dapat mendukung isi dari puisi yang dibaca. Gerak tubuh atau tangan jangan sampai klise.
L.Komunikasi
Pada saat kita membaca puisi harus bias memberikan sentuhan, bahkan menggetarkan perasaan dan jiwa penonton.
Pada saat kita membaca puisi harus bias memberikan sentuhan, bahkan menggetarkan perasaan dan jiwa penonton.
M.Ekspresi
Tampakkan hasil pemahaman, penghayatan dan segala aspek di atas dengan ekspresi yang pas dan wajar.
Tampakkan hasil pemahaman, penghayatan dan segala aspek di atas dengan ekspresi yang pas dan wajar.
N.Konsentrasi
Pemusatan pikiran terhadap isi puisi yang akan kita baca.
Pemusatan pikiran terhadap isi puisi yang akan kita baca.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
-
Secara
etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya
berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry
yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan,
1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat
atau mencipta.
-
Membaca puisi bukan sekedar
menyampaikan arus pemikiran penyair, tapi kita juga harus menghadirkan jiwa
sang penyair. Kita harus menyelami dan memahami proses kreatif sang penyair,
bagaimana ia dapat melahirkan karya puisi.
-
Teknik Pembacaan Puisi.
- Interpretasi (penafsiran/pemahaman makna puisi)
- Vocal
- Diksi
- Tempo
- Dinamika
- Modulasi
- Intonasi
- Jeda
- Pernafasan.
- Penampilan
- Gerak
- Komunikasi
- Ekspresi
- Konsentrasi
B. Saran
·
Hendaknya pihak sekolah
memberikan bimbingan (kurikulum) kepada siswa yang memiliki potensial di bidang
bahasa indonesia.
·
Hendaknya pihak sekolah mengadakan
lomba karya tulis, agar para penuis puisi akan lebih kompetitif.
C.SUMBER
REFERENSI :
D.DAFTAR PUSTAKA :
Indrawan
made yogi.2012.makalah puisi.Mataram:SMAN 8 Mataram